Kisah Uswatun Hasanah Menjadi Pengusaha Batik dengan Membangkitkan Tradisi Yang Hilang
Berkat kegigihan ingin memunculkan kembali tradisi
yang hilang di kampungnya, kini Uswatun Hasanah (44) seorang ibu rumah tangga
di Desa Kedung Rejo, Tuban, Jawa Timur menjadi pengusaha batik sukses dan bisa
mengunjungi beberapa negara. Bahkan ia menjadi pengusaha Batik Tulis Tenun
Gedog dengan omzet ratusan juta
rupiah tiap bulan dengan brand Batik Sekar Ayu.
Saat ditemui di rumah sekaligus galeri batiknya di Desa Kedung Rejo,
Kecamatan Kerek, Tuban, Uswatun mengatakan dulu di kampungnya ada tradisi yang
mengharuskan laki-laki membawa 100 kain batik dengan corak berbeda saat melamar
gadis pujaannya. Namun sejak tahun 1970-an, tradisi itu hilang dan tidak ada
lagi yang menjalankannya. "Seratus lembar kain batik itu ada artinya
sendiri-sendiri di tiap motif. Tapi sejak tahun 1970-an, sudah tidak dilakukan
lagi," kata Uswatun.
Uswatun Hasanah dan Koleksi Batik Gedognya |
Kemudian awal tahun 1990-an, Uswatun melihat kain Batik Gedog peninggalan neneknya dan ingat ketika ibunya membatik
saat dia kecil. Ia pun mulai belajar membatik dan berpikiran untuk menjadi
pengrajin batik. Uswatun berharap bisa memunculkan lagi tradisi yang hilang
itu. Tapi dia ternyata tidak ingin sendiri mengejar mimpi itu, Uswatun
ingin agar generasi muda dikampungnya juga mengenal tradisi tersebut dan
memiliki keterampilan membatik. Maka dengan modal seadanya ia mulai mengajak
anak-anak di daerahnya untuk belajar membatik tanpa memungut biaya.
"Awalnya di sini orang-orang hanya bisa menenun.
Semua saya mulai dari nol. Saya mulai mengumpulkan 20 anak-anak putus
sekolah," ujarnya.
Tapi usaha yang dirintis itu tidak berjalan mulus
karena kain-kain yang dibatik murid-muridnya banyak yang rusak bahkan sampai
beberapa tahun berjalan. Meski demikian ia tidak menyerah bahkan sampai rela
menjual rumah warisan ibunya.
"Tahun 2000-an alhamdulillah jadi mitra binaan
Semen Gresik (sekarang Semen Indonesia) dan diberi modal. Saya bangkit
lagi," kata ibu satu anak itu.
Di saat ia mulai sukses, ternyata tragedi bom Bali
2005 berdampak pada penjualan kain batiknya yang sudah merambah ke luar daerah.
Kala itu ia bangkrut karena dagangannya yang sudah sampai di Bali tidak
terbayar. Beruntung pemberi modal berbaik hati dengan meminta keterangan
Uswatun bahkan menambah modal pinjaman.
Kini ibu-ibu di desanya ikut membantu membatik dan
anak-anak juga diajari membatik bahkan diberi upah meskipun hasilnya ada yang
belum bagus. Berkat usahanya, berbagai penghargaan diperoleh termasuk dari
pemerintah yang memberikan anugerah tertinggi bidang industri yaitu Upakarti
2010 kategori pelestarian.
"Alhamdulillah sudah bertemu Presiden SBY,
pameran di beberapa negara di Swedia, Thailand, Belanda, dan pernah berangkat
sendiri ke Kamboja," tutur wanita lulusan SD ini.
Uswatun sekarang sudah bisa meraup omzet antara Rp
100-250 juta per bulan, bahkan omzet tertinggi pernah mencapai Rp 400 juta.
Harga kain dengan motif khas Tuban hasil produksinya dijual dengan harga Rp 150
ribu per lembar hingga Rp 4 juta per lembar untuk kain batik Gedog dengan bahan
sutra khusus.
"Saya punya koleksi batik kuno 400 lembar, pernah
ditawar kolektor Rp 100 juta karena anak saya yang sekarang masih SMA punya
cita-cita ingin membuatkan museum batik," katanya.
Sementara itu anak-anak yang belajar membatik di
tempat Uswatun mengaku senang karena bisa belajar sekaligus mendapatkan uang
jajan. Salah satunya, Meilisa (14), siswi SMP ini sudah sejak kelas 2 SD
belajar membatik dan sekarang sudah cekatan menguasai proses-proses membatik.
"Sehari bisa satu kain, tapi bagiannya beda-beda.
Sekarang saya masih nyecek (memberi motif titik-titik). Sebulan bisa dapat Rp
100 ribu, enggak susah, Kalau gagal tetap dibayar," ujarnya.
Di galerinya, Uswatun membatasi waktu anak-anak yang
belajar membatik agar tidak terlalu lama dan tidak mengganggu jam belajar.
Sedangkan ibu-ibu yang juga ikut membantu boleh membawa pulang kainnya dan
dikerjakan di rumah.
"Banyak juga turis-turis yang datang ke sini dan
menginap. Saya memang menyiapkan tiga kamar di sini," kata Uswatun.
sumber : detikfinance
0 Response to "Kisah Uswatun Hasanah Menjadi Pengusaha Batik dengan Membangkitkan Tradisi Yang Hilang"
Post a Comment